LAPORAN BACAAN
Nama :
Intania Zendrato
Semester
: III –PAK
Nim
: 12-609
M.
kuliah : Sejarah Gereja Umum
Dosen
: Dr. Yonas Muanley
A.
Sejarah
gereja mula-mula(30-590)
1. Arti
Sejarah Gereja
Sejarah
dalam kbbi adalah kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa
lampau. Ada banyak pendapat yang berbeda dalam pengertian sejarah gereja, salah
satunya sejarah gereja adalah sejarah agama Kristen, sejarah gereja adalah
sejarah tubuh Kristus didalam dunia ini. Menurut Dr. Enklaar sejarah gereja
ialah memeriksa apakah, bagaimanakah dan sampai dimana gereja setia akan wujud Amanat
Agung yang dipercayakan Kristus untuk mengabarkan Injil sampai ke ujung bumi.
Oleh karena itu defenisi sejarah gereja harus menhubungkan kedua hal ini:
uraian kenyataan dan penilaian theologis, sehingga menjadi nyata bahwa sejarah
gereja adalah pertanggungjawaban masa silam gereja yang terjadi dalam terang
Injil Yesus Kristus. Kesimpulannya: ilmu sejarah gereja meneliti bagaimana
hidup manusia dipengaruhi dan diubah oleh keselamatan yang diberikan dalam
Yesus Kristus kepadanya dan apakah perwujudan keselamatan dalam kehidupan
manusia yang digumuli oleh gereja, sebagai persekutuan orang yang mengakui
Yesus Kristus sesuai dengan
alkitab(nilai theologis).
2. Sejarah
gereja sebagai mata pelajaran theologis
Mengapa?
Tidak dengan sendirinya jelas bahwa sejarah gereja mempunyi sifat theologia.
Penulis berpendapat bahwa sejarah gereja yang dimasukkan dalam kurikulum
theologia mendapat tugas yang luas yaitu meneliti pokoknya dengan metode
theologis sehingga sejarah gereja mendapat hubungan erat dengan biblika dan
sistematika. Untuk itu ilmu agama dan sejarah gereja mempunyai tugas dalam
proses memperhadapkan firman Allah kepada dunia. Bagaimana kehidupan gereja
sebagai persekutuan orang yang
mendengarkan Firman Tuhan. Ilmu agama meneliti bagaimana cara beragama
sehingga jelas dimana orang yang percaya kepada firman Allah dalam Yesus Kristus adalah sama
dengan orang yang beragama lain ataupun berbeda dari mereka. Begitulah bidang-bidang
theologi saling dikaitkan, saling mendukung dan saling mengoreksi. Sebab hanya
dalam hubungan yang seimbang antara bidang-bidang theologi, maka tujuan
memperhadapkan firman Allah kepada dunia dapat diwujudkan.
3. Guna
ilmu sejarah gereja untuk studi theologi
·
Melalui sejarah gereja kita berkenalan
dengan orang lain dari zaman dan kebudayaan lain yang mencoba mengerti alkitab
dalam situasi yang berbeda dengan keadaan kita.
·
Merupakan sumber kaya untuk tafsiran, dogmatika, etika dan theologi
pratika yang daripadanya kita ambil sesuatu demi memperdalam dan memperluas
theologi kita sendiri.
·
Gereja sudah hampir 2000 tahun
memikirkan soal bagaiman memperhadapkan firman Tuhan kepada dunia, namun kita
harus berpikir mencari theologi baru untuk zaman ini, mencari tafsiran yang
lebih baik, rumusan theologis lebih jelas, dan bentuk kehidupan gerejani yang
mengantar orang-orang percaya kepada Kristus.
B.
Sejarah
gereja abad pertengahan(590-1492/1517)
1. Arti
abad pertengahan
Selama
abad ini gereja di Eropah Barat
memainkan peranan menentukan seluruh kehidupan masyarakat.pada waktu yang sama
Eropah keluar keseluruh dunia(1492: colombus menemukan Amerika ). Saat dimana gereja tidak lagi terbatas pada Eropah
dan Timur Tengah seperti dahulu. Juga kesatuan gereja Barat yang dapat
dipertahankan selama abad pertengahan,
mejadi hilang karena Reformasi Martin Luther(1517).
2. Sejarah
gereja abad pertengahan
2.1 awal
abad pertengahan(590-910)
Agama kristen mulai tersebar ke batas Utara dan
Timur laut benua Eropa, sedangkan di Timur Tengah dan Afrika Utara gereja
terancam oleh serbuan pihak Islam. Sejak itu gereja di Barat dan Timur
menjalankan sejarahnya masing-masing.
Di
Eropa Barat gereja dinamakan gereja katolik Roma, yang dipimpin oleh uskup
Roma, pusat gereja disebut paus. Paus tidak hanya sebagai kepala gereja tapi
juga pemimpin masyarakat. Gereja berperan di bidang politik dan kebudayaan
sehingga Gereja Katolik-Roma menentukan seluruh kehidupan masyarakat. Di Timur
adalah kebalikan dari Barat. Ibukota Konstantinopeladalah pusat gereja Timur.
Gereja Timur dinamakan gereja ortodoks(benar) kehidupan gereja terpusat pada
kebaktian, dimana para anggota gereja melalui perayaan liturgi(terutama
sakramen Perjamuan Kudus) mendapat bagian dalam keselamatan abadi.
2.2 abad
pertengahan yang jaya(910-+1300)
1. awal
kejayaan abad pertengahan ditandai oleh suatu reformasi atau pembaharuan
kebiaraan yang mulai di Cluny Perancis. Reformasi ini merupakan reaksi terhadap
perkembangan kebiaraan pada awal abad pertengahan dimana biara-biara, karena
kedudukannya yang istimewa dalam masyarakat memperoloh kuasa besar dibidang
duniawi. Biara-biara diberi tanah dan kekayaan sehingga semakin menjadi mewah.
Namun perkembangan ini didobrak pada tahun 910, di Cluny karena didirikan biara
baru yang berusaha memulihkan cita-cita asli kebiaraan. Yaitu suatu kehidupan
yang suci da sederhana diserahkan kepada Tuhan dan kepada studi, ini memberi
semangat baru kepada gereja untuk kehidupan kebiaraan.
2. Timbulnya
theologi yang kreatif diperkembangkan pertama-tama disekolah-sekolah untuk
pendidikan para imam yang ada dirumah uskup-uskup dan untuk para biarawan di
biara-biara. Theologi ini disebut theologi skholastik yang memakai jalan
berfikir dan istilah fisafat Yunani dan filsafat Aristoteles.
Ø Awal
skholastik( 1000- 1200yaitu abad ke 11dan 12): seorang tokoh theologi pada
periode ini adalah Anselmus dari Canterbury.
Ø Kejayaan
skholastik(abad ke 13), dimana Thomas dari Aquiono paling menonjol.
Ø (Yang
bersamaan dengan periode berikutnya
akhir abad pertengahan) akhir skholastik(1300-1500 yaitu abad ke 14 dan
15) antara lain William dari Ockham.
3. Pada
abad ini juga ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang besar lahir
universitas-universitas yang pertama. Universitas yang tertua adalah
universitas Paris (sorbonne), universitas Oxford dan Cambridge di Inggris dan
Bologna di Italia termasuk yang pertama di Eropah.
4. Pada
periode ini juga kepausan mencapai puncaknya
yang berperan dibidang politik. Hal ini nyata dalam perang
salib(1100-1300), yang diadakan atas dorongan dan dukungan para paus yang bertujuan untuk merebut Palestina khususnya Yerusalem,
dari tangan Islam. Tidak sulit untuk membayangkan bahwa tujuan rohani ini
disertai dengan tujuan politik, yaitu memperluas kuasa paus di Eropa Timur.
Paus berhasil mempertahankan kuasanya dibidang politik dimana kepausan dicapai
waktu paus Innocentius III(1200) menduduki takhta yang disebut kursi
Petrus(sebab petrus dianggap sebagai paus pertama). Tetapi kemudian kuasa paus
mulai berkurang sampai akhirnya paus Bonifatius VIII(1300) gagal memperahankan
kuasa kepausan terhadap raja Prancis. Paus berikutnya memindahkan kepausan dari
Roma ke Perancis(kota Avignon) pada tahun 1309.
2.3 akhir
abad pertengahan(1300-1492/1571)
Ini
merupakan masa peralihan dari abad pertengahan ke zaman reformasi. Kepausan
mengalami krisis, sedangkan penguasa-penguasa duniawi makin lama makin lebih
menentukan kehidupan diwilayah mereka
termasuk kehidupan rohani. Sesudah paus Bonifatius VIII terjadilah pembuangan
kepausan ke Babylon. Sebagai akibat pembuangan dan kemudian Skhisma kepausan
kehidupan gereja merosot sebaba tidak ada pimpinan yang kuat. Kontrol atas
rohaniawa menjadi berkurang sehingga tingkah laku merosot. Ini terjadi karena
unsur kuasa dan uang semakin dipentingkan. Yang dicari oleh paus untuk
memperoleh kembali kedudukan politiknya adalah kuasa, pengaruh dan uang untuk
membiayai kepausan dan segala usahanya.
Keadaan
gereja menyedihkan banyak orang, sehingga mereka ingin memperbaiki gereja atau
mereformasinya. Yang diperjuangkan adalah para rohaniawan berhenti memikirkan
status dan uang saja dan kembali kepada kehidupan yang terarah kepada Allah.
Hasil usaha-usaha untuk mereformasi gereja antara lain: skhisma kepusan
dipulihkan(1415). Raja-raja berperan mengakhiri perpecahan gereja. Namun,
peranan penguasa duniwi semakin menonjol bidang-bidang tradisional dikuasai
oleh gereja: kebudayaan, ilmu pengetahuan, pendidikan bahkan theologi lebih
bebas dibawah lindungan pemerintah. Akibatnya kelahiran kembali
kebudayaan(renaissance) khususnya kebudayaan Yunani dan Romawi berlangsung dari abad 14-16 mulai
di Italia, Perancis, Spanyol, Inggirs dan Jerman.
Tujuannya
untuk menggali sumber-sumber gereja yang ada di gereja kuno, dan untuk kembali
kepada sumber kebudayaan kristen yang ada dikebudayaan Yunani dan Romawi.
C.
Sejarah
Gereja Reformasi(1517-Kini)
1. Arti
Reformasi
2. Perintis
reformasi
3. Reformasi
gereja
a. Marthin
Luther
Martin
Luther berasal dari keluarga sederhana, yaitu keluarga petani yang tinggal di negeri
Thüringen. Namun karena menginginkan penghidupan yang lebih layak orang tuanya
pindah ke Eisleben dan menjadi penggali tambang tembaga di sana.[1] Ayahnya
bernama Hans Luther dan ibunya bernama Magdalena Lindemann. Martin Luther lahir
pada tanggal 10 November 1483 dan pada keesokan harinya ia dibaptis di gereja
Petrus dan ia diberi nama sesuai dengan nama Santo pada saat itu yaitu St.
Martinus dari Tours, sehingga ia diberi nama Martin. Martin Luther dididik
menurut cita-cita agama zamannya karena orang tuanya pun dikenal sebagai
keluarga yang setia pada gereja Katolik Roma. Karena didikan yang sedemikian
rupa pula yang membuat Luther ketakutan bila mendengar nama Kristus karena dia
memandang Kristus sebagai seorang hakim yang keras dan pemurka.[2]
Martin
Luther dikenal sebagai murid yang pandai. Oleh karena itu, ayahnya mengirimnya
ke sekolah menengah di kota Magdeburg untuk mendapat pendidikan yang baik.
Luther dan teman-temannya memiliki kebiasaan menyanyi di lorong-lorong kota
untuk mencari nafkah. Oleh karena sering menyanyi itu pun sehingga Luther
dikenal sebagai seorang yang berbakat dalam bidang musik. Pada umur 17 tahun
Luther lulus pada sekolah menengah dan memasuki universitas di Erfurt. Ayahnya
sangat menginginkan Luther menjadi seorang ahli hokum. Oleh karena itu, Luther
perlu mempelajari ilmu filsafat terlebih dahulu. Karena mempelajari ilmu
filsafat, Luther pun harus mempelajari theology scholastic, yang pada saat itu
masih menguasai universitas di Erfurt. Namun filsafat dan teologi skolastik
tersebut dibuangnya namun pandangan Occam mempengaruhi akan pikirannya dalam
beberapa hal.
Pada
tahun 1505, Martin Luther lulus dalam ujian dengan gelar magister artes sehingga
ia diperbolehkan untuk menuntut ilmu hukum, namun secara tiba-tiba terjadi
perubahan besar dalam diri Luther. Dalam perjalanannya menuju rumah orang
tuanya, ia ditimpa hujan deras dan disertai guruh dan halilintar yang
membuatnya sangat ketakutan. Ia pun meminta kepada St. Anna[3] untuk
menolongnya dengan memberikan janji bahwa ia akan menjadi rahib. Luther memang
menepati janjinya. Dua minggu kemudian ia masuk biara yang memiliki aturan yang
begitu keras, yaitu ordo Eremit Augustin. Keinginan Martin untuk menjadi rahib
sangat membuat ayahnya terpukul dan kecewa. Teman-temannya pun tidak menyetujui
ia menjadi rahib karena mereka akan kehilangan seseorang yang berbakat dalam
musik. Ayahnya sangat marah terhadapnya karena ia tidak mengabulkan permintaan
ayahnya supaya ia menjadi ahli hukum.
Namun Martin
tetap mempertahankan akan niatnya karena dalam pikiran Martin, jika seseorang
ingin mengorbankan sesuatu untuk Allah maka ia harus mengorbankan sesuatu yang
paling indah dan molek bagiNya.[4] Selama
16 tahun ia tidak berhubungan dengan ayahnya karena ayahnya masih marah dan
kecewa terhadapnya. Namun pada akhirnya pula konflik diantara mereka bias
dipadamkan. Nazarnya yang hanya sesaat itu boleh dikatakan sebagai pengalaman
batinnya. Dalam biaranya ia berharap mendapat damai bagi jiwanya yang takut
akan maut dan neraka karena itulah hal yang selalu dicari-carinya.
Dalam biara
Augustin itu, Martin dikenal paling cakap diantara rahib-rahib yang seangkatan
dengannya. Para pemimpin-pemimpin biara Augustin pun menyuruhnya untuk menuntut
ilmu teologi. Sehingga pada tahun 1507 ia ditahbiskan menjadi imam dan pada
tahun berikutnya ia dikirim ke Wittenberg untuk meneruskan akan studinya, yaitu
studi teologi. Namun pada tahun ia kembali ke Erfurt untuk memberikan pelajaran
tentang dogmatik di situ.
Pada tahun
1510 Luther dikirim ke Roma sebagai utusan dari ordo Augustin untuk memecahkan
persoalan mengenai aturan-aturan dalam ordo Augustin itu. Kesempatan ini tidak
disia-siakan oleh Martin karena ia berpikir bahwa ketenangan batin yang selam
ini ia cari akan ia dapatkan di sana, mengingat Roma merupakan pusat agama
Kristen pada waktu itu. Karena keinginannya yang begitu besar untuk
mencari kedamaian baginya, maka ia pun mengikuti setiap ritual suci di Gereja
St. Petrus. Ia pun menaiki setiap tangga gereja dengan lututnya dan berdoa Bapa
Kami untuk para nenek moyangnya yang telah meninggal. Doa ini menurut aturan
pada saat itu adalah untuk melepaskan mereka dari siksa yang masih dialaminya
di dunia seberang sana. Namun ketika ia menaiki anak tangga yang terakhir, ia
mempertanyakan akan tindakan yang ia lakukan itu. Benar atau salahkah. Akhirnya
ia pun mengambil suatu kesimpulan bahwa surat Penghapusan Siksa di
Purgatoriumlah yang merajai jemaat pada saat itu dan bukan bagaimana mengalami
anugerah Allah.[5]
Kembalinya
ke Wittenberg, dua tahun kemudian ia mencapai gelar “doctor dalam Kitab Suci”
dan diangkat menjadi guru besar dalam ilmu teologi di Wittenberg. Tugas
utamanya adalah menafsirkan Alkitab, dan sampai pada tahun 1517 ia menafsirkan
Kitab Mazmur dan surat-surat Paulus, seperti Roma, Galatia dan Ibrani. Pada
saat itu juga ia mengepalai akan kesebelas biara propinsinya dan harus
berkhotbah dan melayani jemaat di Wittenberg.
b. John
Calvin
Ketika
Lutheranisme terancam krisis dan nyaris kehilangan day
tariknya,Calvin(1509-1564) mengambi alih kepemimpinan Reformasi di dalam Gereja
Kristus(pada pertengahan abad XVI ). Yohanes Calvin atau Jean Cauvin, lahir di
Noyon, piccardia(prancis), 10 juli 1509. Calvin, yang lebih muda 26 tahun
daripada Luther, adalah generasi kedua Reformis. Pada usia kanak-kanak ia sudah
ditinggal mati ibunya, sehingga ia tidak dapat menghindar dari pengaruh
pendidikan ayahnya yang keras cenderung kaku. Sang ayah kendati pernh bekerja
dperkantoran keuskupan, namun dia pernah melewatkan hari-harinya disebuah
penjara, bahkan dia meninggal dalam status diekskomunikasi oleh Gereja dan
kepada keluarganya diwariskan kewajiban melunasi utang-utangnya. Seorang
saudaranya juga diekskomunikasi lantaran berduel; dan meninggal dalam
permusuhan dengan Gereja berkenaan dengan masalah iman dan displin kegerejaan.
Calvin
menempuh formasi forma di Paris, dan mendapat pengaruh humanis dari lingkungan
Jacques Lefevre d’Etaples(atau Faber Stapulensis,1455-1536). Pada usia 18 ia memperoleh
gelar MA. Kepandaiannya dalam Bahasa Lathin dan kesungguhannya di bidang etika
dan religius menyebabkan ia dijuluki “ the accusative case”. Ia belajar di
Paris, hampir seperiode dengan Ignatius Loyola(1491-1556). Ayahnya menghendaki
agar Calvin belajar hukum yang akan memberi jaminan hidup lebih baik
studi-studi persiapan teologi. Untuk itu ia pindah dari Paris ke Orleans dan
kemudian ke Bourges. Gelar sarjana hukum diperolehnya pada 1532. Di Bourges
Calvin berkesempatan mengembangkan minatnya pada sastra klasik, terutama bahasa
Yunani. 4 April 1532 Calvin menerbitkan karya pertamanya, sebuah komentar. De
clementia Seneca. Meski tidak mendapat sambutan yang cukup berarti, namun
publikasi ini berhasil membuktikan kemampuan linguistik dan pengetahuan yang
mendalam tentang kesusatraan klasik.
Tidak
seperti para reformis generasi pertama, Calvin bukan biarawan dan imam. Bouwsma
menyatakan bahwa Calvin menjadi seorang pengkhotbah dan pastor bukan karena
tahbisan, melainkan karena tindakan konsili kota Geneva. Calvin tidak pernah
memperoleh pelatihan formal dalam teologi; akan tetapi ia teolog
otodidak(calvin pernah menjadi mahasiswa
falkutas teologi dan mempelajari teologi
formal, sebelum studi hukum, meski iai hanya mempelajari tahap-tahap awal dan
dasar teologi). Berbeda dengan para Reformis generasi pertama yang
berkebangsaan Jerman dan Swiss, Calvin adalah seorang Prancis. Negri ini
menganut paham monarki absolut. Para reformis di Prancis hidup” tanpa perisai”,
tidak demikian halnya di Jerman yang dilindungi dan didukung oleh sejumlah
pangeran dan penguasa setempat. Singkatnya, reformasi di Perancis menciptakan
sebuah gereja yang disirami oleh darah para martirnya yang menentang kekuasaan
ototritas sentral yang membenarkan diri dengan istilah un roi, une loi, une
foi(satu saja,satu hukum, satu iman). Pada akhir 1533 Calvin mulai menyatakan
dirinya sebagai penganut Protestan.
Kemudian
Calvin menetap di Basel, karena sejak januari 1535 Prancis mengintensifkan
usaha penganiayaan terhadap orang-orang protestan. Dikota ini ia menerbitkan
karya utamanya, christianae Religionis Institutio(1536) yang membuat dirinya”
batrik kedua reformasi”. Buku yang akan diperlebar hingga tahun 1559 ini selain
tebalnya 1500 halaman, juga diberi prakata oleh Fransiskus I, Raja Prancis.
Dalam karyanya ini Calvin menuduh gereja Katolik Roma memperbudak nuraninya
dibawa hukum yang menyebabkan kekhawatiran dan teror serta ketidakpastian
keselamatan.
Dalam
edisi pertama Christianae Religions Institutio Calvin, seperti halnya Luther
sebelum 1525, mengajarkan bahwa gereja pada hakikatnya adalah invisble. Gereja
itu orang-orang terpilih bersama-sama, yang namanya hanya dikenali Allah
semata-mata. Didalam keadaan seperti itu gereja di atas muka bumi ini terlihat
dan tampak. Setia gereja dengan demikian semata-mata bersifat lokal.
Gereja-gereja lokal yang berbeda-beda itu biasanya sama diantara mereka. Organisasinya
juga dibuat secara kontingen. Para fungsionaris seperti pastor bukanlah
“delegatus”, bukan wakil, bukan pula utusan para beriman, yang memberikan
padanya imamat umum.
Pada
mulanya Institutio dimaksudkan sebagai katekismus atau buku pelajaran agama.
Sudah menjadi rahasia umum, Luther sangat berpengaruh pada Institutio.
Selebihnya, Calvin sendiri mengakui Luther sebagai bapak gerakan dengan mana ia
sekarang mengindetikkan diri dan mengagumi pandangan-pandangan teologis Luther.
Barangkali tidak berlebihan mengatakan, bahwa Calvin adalah murid Luther yang
terbaik dan terbesar.
Pada
pokoknya Instituti(edisi I) terdiri atas 6 bab: perihal hukum, syahadat, doa
Tuhan, sakramen baptisdan perjamuan Tuhan, argumen-argumen melawan
sakramen-sakramen(gereja) Roma, pembicaraan tentang kemerdekaan kristiani.
Calvin
menulis(1543) sebuah karya polemik, dimana ia meminta secara ironis menginventarisasi
semua tubuhorang suci dan relikui mereka yang ada di Italia,Prancis,Jerman dan
Spanyol serta kerajaan-kerajaan lain. Ia sendiri khawatir pekuburan dirinya
akan menjadi tujuan ziarah. Ia meminta jasadnya nanti ditaruh didalam peti,
diantar kemakam tanpa didahului dengan sambutan-sambutan dan tanpa diiringi
nyanyian. Harap tempat dimana dia dikebumikan tidak dipasang tanda pengenal
apapun.
Sebagai
reformis paling penting diluar Jerman, bahkan mungkin ia adalah Reformis yang
paling penting dari semua Reformis Calvin menetap di Geneva sampi ajal
merangkulnya, 27 September 1564. Geneva boleh dikatakan sebagai pusat gerakan
Calvinis. Disanalah Calvin berhasil mewujudkan sebuah pemerintahan teokratis
yang diinspirasikan oleh Reformasi,sangat keras dalam tataran hidup religius
dan moral. Di Geneva pun ia ia melaksanakan prinsip-prinsip keagamaan secara
organisatoris dan defenitif.
1. Calvinisme
Dalam
historigrafi perihal Luther banyak aspek positif dikemukakan, demikian pula banyak
aspek kehidupan keagamaan Calvin yang direhabilitasi, terutama dalam hisrografi
yang aktual. Reformator dari Geneva ini dikenaal terutama karena karya
kerasulannya yang tidk mengenal letih. Ia bukan orang yang dingin dan tidak
peka terhadap persahabatan, melainkan seorang sahabat yang setia dan penuh
perasaan, kaya akan minat dan cita-cita. Calvin juga memiliki kemampuan untuk
menghadapi dan memecahkan pelbagai kasus. Terhadap manusia Calvin lebih pesimis daripada Luther, Calvin lebih
optimis dihadapan Allah. Jika teks utama bagi Luther adalah matius 9:2” dosamu
sudah diampunni”, bagi Calvin sebaliknya roma 8:31” jika Allah dipihak kita,
sipakah yang akan melawan kita?”
Calvin
yakin bahwa Allah bersama-sama dengan
dirinya dalam usaha membangun kota orang-orang terpilih diatas bumi, yakni
Geneva Israelbaru dari Allah. R.H Bainton menulis,” bagi calvin ajaran tenang keterpilihan adalah suatu
konfrontasi yang membebaskan manusia dan semua kecemasan dan kekhawatiran; dan
daripadanya orang dapat menyucikan setiap pelayanan kepada Allah yang
mahakuasa. Calvinisme oleh karena itu mengajarkan suatu jenis kepahlawanan’.
Jadi tujuan daripada calvinis adalah menegakkkan suatu teokrasi, yakni suatu
republik para kudus, suatu kolektivitas dimana setiap anggota tidak memiliki
pikiran lain kecuali kemuliaan Allah semata-mata. Bukan suatu kolektivitas yang
diperintahkan oleh gereja atau klerus; bukan pula suatu jenis alkiabiah dalam
arti sempit, karena Allah itu lebih besar dari setiap buku, juga jika buku itu
berisi firman-Nya. Kolektivitas orang kudus, yang harus terbedakan dari Gereja
dan Negara yang merupakan idealitas abad pertengahan dan Luther, suatu
kolektivitas terpilih(yang calvin coba wujudkan di geneva). Di dalam kolektivitas itu klerus
dan awam, dewan penasihat dan pelayan Tuhan semua diilhami oleh roh ilahi.
Menonjol
pada diri Cavin cita rasa keagamaan yang mendalam. Tumbuh padanya sikap mau
mencari Tuhan yang mewahyukan Dirinya sekaligus yang tersembunyi, Allah dalam
kitab suci dan allah para nabi. Aspirasinya demi kemuliaan Allah yang lebih
besar mendekatkannya secara khusus pada Ignatius Loyola. Ia mendesak pada
dirinya sendiri agar siap menerima otentisitas yang absolut dalam perjumpaan
dengan Tuhan yang juga diaami oleh para mistikus cistersiensis atau Carmelit,
dalam malam rohani, yang dikidungkan oleh Yohanes Salib sebagai tahap yang
perlu dalam menyongsong Allah.
Semua
hal ini tidak perlu menghilangkan keterbatasn Calvin, yang melihat dalam Allah
terutama Tuhan yang mahakuasa, penentu
tujuan hidup manusia, yang lebih daripada sekedar Bapadan Penyelamat. Tingkat
dan kesadaran moralnya cenderung keras dan sering kaku. Ketegasannya itu
acapkali tampak dalam organisasi politis, yang didasarkan pada subordinasi Negara pada gereja dan
pembenarn dan penggunaan paksaan. Kecemasan terhadap dominasi para pangeran
dari Savoia,dan gelombang ribuan massa yang mengalir meninggalkan Swiss, serta
kehendak teguh Calvin menerangkan keberhasilan diktatura Gereja Calvinis di
Geneva. Begitulah Calvin memberikan pada Gereja di Geneva sebuah struktur yang
kokoh kuat, yang diyakininya terdapat dalam kisah para rasul dan surat-surat
st. Paulus. Gereja ini tidak lagi merupakan komunitas yang bebas, melainkan
sebuah organisasi yang wajib. Dalam organisasi inilah semua penduduk kota harus
mengintegrasikan diri. Mungkinkah Calvin sampi pada pandangan bahwa di luar
Gereja ang tampak tidak terdapat keselamatan abadi?
Jasa
utama Calvin tidak terdiri ata orisinalitas konsep-konsep pemikiran
teologisnya, melainkan dalam sistematisasi organis dari tesis-tesis reformator
sebelumnya, yang seringkali tidak teratur, bahkan berlawanan. Oleh karena itu,
Chritianae Religionis Institutio merupakan summa Theologiae bagi para Calvinis.
Beberapa simpul dari pandangan Calvin dapat dikemukakan berikut ini:
v Calvin
menyangkal kehadiran nyata(presentia realis) dan hanya mengakui presensi
virtual, sejauh Kristus melalui sakramen menyatakan rahmat-Nya kepada manusia.
v Melaui
kehendak-Nya Allah samasekali tidak tergantung pada jasa manusia atau dos-dosa
manusia. Ia memilih beberapa orang untuk hidup dalam api yang kekal.
v Karya-karya
baik(secara moral ) manusia tidak berpengaruh pada keselamatan. Kendati
demikian manusia beriman tetap berkewajiban melakukan karya-karya itu demi
memuliakan Allah.
v Perlindungan
ilahi merangkum semua aktivitas temporal
orang-orang terpilih. Kepastian ini mendorong orang Calvinis untuk menghadapi
dengan penuh keberanian segala bentuk resiko yang terkandung dalam
komersialitas. Gereja tidak memiliki suatu kekuasaan temporal yang langsung,
tetapi otoritas sipil mereduksi diri sebagai satu instrumen dalam tangan-tangan
gereja.
2. Para
Fungsionaris gereja calvinis
Selama
20 tahun Genevamenyeragamkan diri dengan
Aturan Kegerejaan yang diredaksikan oleh
Calvin. Ia mnenetapkan beberapa fungsionaris dan tugas-tugas mereka. Contohnya
: diakon- diakon, yang melaksanakan tugas- tugas yang bercorak karitatif, yang
didasarkan pada kisah para rasul bab VI. Tegasnya mereka membagi-bagikan kepada
orang miskin persembahan jemaat beriman, yakni buah hasil kurban satu-satunya
orang Kristen Calvinis. Selain tugas yang bercorak alkitbiah itu, mereka juga
mengatur,memeriksa, membukukan harta kekayaan Gereja;serta mengunjungi
orang-orang miskin dan sakit. Untuk itu para perempuan selain dapat mengambil bagian
dalam tugas-tugas tersebut, juga dapat menjadi diakon. Dalam kegiatan liturgi para
diakon membantu para pastor dalam kurban ekaristi dan membwakan piala untuk
para jemaat beriman pada saat komuni. Komunitas(paroki) berhak untuk menentukan
diakon-diakon mereka.
Para dokter yang menangani tugas
pengajaran dan pendidikan, sebagaimana Kristus Yesus, pengajar pendidik sejati. Tidak serba jelas perbedaannya dengan
para pastor yang bertugas memaklumkan firman Allah. Akan tetapi, kiranya
perbedaan itu dimata Calvin sangat
jelas. Dalam praktiknya, para dokter adalah para ekseget(penafsir-penafsir
alkitab). Mereka itu mengetahui dengan baik sekali jaran gereja. Mereka juga
harus mengawasi pelaksanaan doktrin itu agar tetap terjaga utuh, murni(puritan)
, dan tidak tercemar oleh pelbagai bentuk penyelewengan. Mengajarkan ilmu
teologi untuk mempersiapkan pastor-pastor baru merupakan tugas mereka yang
lain. Pengajaran bahasa-bahasa alkitab juga menjadi tanggungjawab mereka. Untuk
itulah para doktor menjadi tenaga pngajar di sekolah-sekolah menengah dan
akademi di Geneva.
Para penatua, yag menjaga moralitas
publik dan pribadi. Dengan kata lain, tugas utama mereka adalah mengawasi
tertib hidup dan perilaku jemaat beriman, tegasnya mempertahankan displin
sebagaimana tugas para presbteroi yang sudah ditegaskan dalam perjanjian baru.
Kelompok tetua terdiri atas 12 orang. Mereka wajib mengamati setiap anggota jemaat. Semua
keluarga-keluarga kristen Calvinis dikunjungi oleh para tetua satu-dua
kali dalam setahun. Mereka itu melhat
apakah keluarga-keluarga itu mengkritik Calvin, lantaran sikap dan pandangannya
yang ekstra keras ;juga apakah anggota-anggotakeluarga itu melakukan dosa(besar
atau kecil),berjoget ria(dansa-dansi), main kartu, serta mengontrol buku-buku
mana saja yang dibaca di dalam keluarga, dan sebagainya.
Para pastor, yang melayani
sakramen-sakramen Gereja. Para pastor(pelayan, uskup imam), penerus para rasul
bukan pengganti. Untuk menjadi pastor dibutuhkan semacam panggilan bathin,
panggilan eksternal yang dinyatakan oleh
komunitas dalam wujud bimbingan dari pastor dan tetua. Dalam konteks ini,
Calvin membuang tradisi penumpangan tangan untuk pentahbisan. Maka dalam
Calvinisme juga tidak dikenal sakramen tahbisan.Tugas para pastor adalah memaklumkan sabda Tuhan dan pelayanan sakramen-sakramen.
Para pastor bersama-sama memperlajari Alkitab seminggu sekali; pada saat itu
juga dibahas masalah-masalah penggembalaan jemaat. Empat kali dalam setahun
dewan pastores berkumpul untuk mengadakan semacam retret, meninjau kembali
kebijakan bersama serta melakukan correptio fraternaberikut penetapan
penintensi yang keras. Setahun sekali
dewan penasihat sipil dan paroki mengadakan kunjungan-kunjungan ke
paroki-paroki. Dewan pastores bertugas menominasi pastor-pastor baru, namun dalam praktiknya dewan pastores
menominasi dan komunitas(paroki)
merestuinya.
Pastor dan penatua berkumpul setiap
minggu dalam consistorium(dewan),
mendengarkan pengaduan, memaklumkan hukuman(penjara, ekskomunikasi, hukuman
mati ). Demi cinta atau karena terpaksa, semua harus menjadi bijaksana;
bacaan-bacaan, makanan, permainan, nyanyian,semua dikonrtrol oleh consistorium.
Dengan kata lain, consistorium melakukan campur tangan terhadap urusan
orang-perorangan . consistorium terdiri atas 12 penatua dan pastor. Mereka ini
adalah dewan gerejawi, yang disebut juga
presbyterium atau senatus Gereja-gereja setempat. Setiap hari kamis mereka
mengadakan rapat. Consistorium kemudian menjadi sangat berkuasa; menetapkan
displin moral, menentang pola hidup luks(mewah), memusuhi mereka yang menentang
doktrin Calvin(termasuk tntang predestinasi). Kata lainnnya, consistorium
menjadi organ sangat penting dalam
seluruh tata kehidupan jemaat Calvinis.
Dalam empat tahun(1542-1546) ada 70
orang diasingkan, 67 dihukum mati
700-800 dijebloskan dalam penjara. Tentu saja, , tidak semua hukuman mati itu
disebabkan ole alasan-alasan keagamaan, tetapi dapat juag karena
masalah-masalah sipil. Kendati demikian semua hal itu tergantung Geneva;apakah
dewan dapat membedakan dengan baik antara masalah-masalah sipil dan masalah
keagamaan. Kasus hukuman mati-bakar, Miguel Servet yang menerbitkan
Christinisme Restituito, Vienne 1553, disebut secara anonim dan hanya dengan
inisial M.S.V( maksudnya Miguel Servet de Villanueva in Aragon). Calvin
menerima dalam gereja dengan menyangkal dogma tentang Trinitas. Dalam buku-nya
M.S.V. menerangkan secara panjang lebar
perputaran(sirkulasi) dara diparu-paru. Tetapi ia juga menuduh Gereja Roma dan
para Reformator abad XVI telah memasulkan doktrin Kristen awal. Ia kemudian
merekonstruksi ajarannya dengan bertolak dari pemahamannya tentang(pemikiran)
Plato dan Plotinus.
Lebih
lanjut, Miguel Servet mempertahankan(praktik) lituri dan pandangan tentang api
penyucin, disampig mendukung praktik baptis dewasa, menyangkal dosaasl dan
doktrin tentang Trinitas. Ia melarikan
diri dari tahanan Inkuisisi di Lyon untuk kemudian tinggal di Geneva, kendti
tidak dengan senang hati. Begitu ia dikenal kembali, ia ditangkap, diproses
secara hukum dan dihukum mati bakar, lantaran ia ngotot berpegang teguh pada
gagasan-gagasan dan keyakinannya.
Kasus M.servet ini menimbulkan
polemik, jug dikalangan kaum protestan-Calvinis. Mereka ini tidak menyukai gagasan dan cara yang ditempuh oleh
Calvin. Sebastian castellio campur tangan dalam masalah in dengan karyanya.
3. Ciri-ciri
hakiki teologi calvinis
Sebagian terbesar ajaran Calvin dapat ditemukan
dalam christianae religionis institutio(calvin 1987). Buku ini diterbitkan
dalam dua bahasa: ltin dan perancis. Calvin sendiri menulis sejumlah karya
tentang tafsir kitb suci dan bersifat polemik, terutama melawan anabaptis,
anti-trinitas dan Para Lutheran yang kolot serta kaku, seperti misalnya
westphal, hebhus. Berikut ini hanya akan ditampilkan sejumlah pokok:
Sumber satu-satunya dan terlengkap dari iman
kepercayaan Kristen adalah kitab suci. Bagi Calvin, tidak ada sumber
perlengkapan iman, seperti misalnya tradisi.hal ini tidak perlu berarti bahwa
Calvin mengesampingkan kesaksian tradisi yang meneguhkan eksegese. Contohnya; sejumlah
konsili suci, para bapak gereja dari timur dan barat, kenyataan strukturaldari
gereja kristen kno. Jaminan dan nilai kitab suci didasarkan pada hubungannya
dengan Roh Kudus, disamping tindakan Roh Kudus itu sendiri atas masig-masing
orang beriman tanpa peranana pengantara Gereja. Dalam kenyataannya, Roh Kudus
bertindak atas para pengarang suci, yang jelas-jelas ditopang oleh Roh Kudus.
Perkataan mereka adalah”the oracle of God”. Hal ini memberikan kesan bahwa
Calvin mengakui adanya ilham atau inspirasi verbal.
Roh yang sama juga mengaktualkan kesaksian alkitab
perihal kristus, sehingga para pembacanya memahami. Artinya, membuat mereka
semakin beriman. Kepengantaraan gereja yang menjamin bahwa alkitab, adalah
karya dan tulisan suci, menyeluruh tidak
diterima oleh calvin. Karena tidak ada sesuatu pun yang menjamin kepengentaraan gereja dn kesaksian gereja itu
semata-mata insani. Kitab suci sendiri memiliki kemampuan untuk menunjukkan
dirinya sendiri yakni, para jemaat beriman mengenal melalui tindakan roh yang
berkarya. Kitab suci menjdi istilah perbandingan untuk membuktikan otentisitas
kristen dari dektrit-dektrit konsili gereja kuno, bapak-bapak gereja,
sekurang-kurangnya sampai dengan Santo Augustinus. Akibatnya, Calvin mengkritik
anabaptis yang dicampuradukkan dengan spiritualistis, yang menegaskan kembali
bahwa diri mereka adalah revelasi-revelasi baru Roh Kudus.
Selain itu, Calvin juga mengkritik gereja kepauan
yang menempatkan hubungan roh kudus dengan magisterium(kuasa mengajar). Calvin
pun memiliki eksegese yang kurang bebas ketimbang Luther, kendati tidak
sepenuhnya harfiah. Ajdi ada unsur eksegese subjektif, mengingat Calvin sendiri
mengedepankan eksegesenya sendiri.
Visi teologis yang muncul dari pandangan tersebut
dipusatkan pada gagasan: kedaulatan yng mutlak dan bebas serta kemuliaan Allah
Allah Pencipta dan Penyelenggara. Tujuan penciptaan adalah pengenalan dan
penyembahan dari pihak manusia kepada Allah. Tujuan penebusan adalah membangun
kembali gambaran Allah dalam manusia yang dirusak oleh dosa dengan model
Kristus, gambar sempurna Bapa. Hanya melalui pemulihan kembali seperti itu
manusia dapat mengenal dn menyembah Allah secara sempurna serta mengabdi pada
kemulian-Nya. Tujuan dari semua ciptaan dan penebusan adalah pemuliaan diri
Allah, oleh karena itu dapat direncanakan dan diprogramkan secara tepat ab
aeterno(sejak kekal) oleh Allah demi tercapainya tujuan tersebut. Tidak
seorangpun luput daripadanya. Semua sudah diatur sedemikian rupa sehinngga akan
terwujud sepenuhnya di bawah pimpinan kehendak Allah yang berdaulat. Pendeknya
, semua mengabdi pada perwujudn tujuan tersebut(termasuk di dalamnya kehendak
buruk pihak manusia dan iblis). Semua sudah dimaklumkan oleh Allah.
Program kedaulatan dan kemuliaan Allah terwujud
dalam gereja melalui tindakan putra Allah. Sebab selain Ia adalah sabda
pencipta alam semesta dan manusia; Dia juga melakukan rencana Allah dengan
memimpin dunia serta semesta ciptaan.
Kesimpulannya: siapa yang mengenal Kristus berarti
mengenal rencana dan kehendak Allah sera
tahu bagaimana harus mewujudkannya. Kedaulatan mutlak dan bebas dari pihak
Allah ini tidak dikondisikan oleh apa dan siapapun juga. Allah mewujudkan
rencana keselamatan-Nya bukan hanya dengan menciptakan gereja, tetapi di dalam
gereja sendiri sambil menyelematkan orang-perorang dengan memilih secara bebas,
dan dengan pencurahan rahmat.
Allah memilih(sebelum penciptaan dunia) bangsa-Nya,
yakni masing-masing orang beriman yang ingin selamatdari kumpulam masa pendosa.
Allah menghadirkan panggilan umum yang tidak termasuk keselamatan. Pilihan ini
atau praedestintio tidak dibuat qualitate virtutum dari masing-masing pribadi,
juga bukan ex fide praevisa, melainkan pemaklukan surgawi yang dilakukan secara
bebas dan berasal dari Allah semata-mata. Allah sajalah yang dengan dektrit
abadi memutuskan siapakah yang memperoleh
keselamatan dan siapakah yang ditentukan untuk tidak selamat. Ketentuan
ini hanya diketahui oleh Allah. Namun demikian, masing-masig pribadi dapat
yakin akan keselamatan ilahi bagi dirinya, jika ia didapatkan bersatu dengan
Kristus.
Kedaulatan bebas Allah juga berkaitn dengan paham
tentang eklesiologi. Bagi Calvin, gereja adalah universus electorum
numerus(segenap orang terpilih) para malaikat, orang hidup dan mati, dimanapun
ditemukan . gereja itu meliputi sejumlah “orang” yang terpilih, tidak pandang
bulu asal-usulnya. Mereka inidipilih di dlam Kristus;dan oleh karena itu
dimasukkan didalam Kristus supaya terbentuklah semuanya menjadi satu tubuh
dengan-Nya. Kristuslah satu-satunya kepala gerja. Gereja itu tidak dapat
dilihat(invisble). Jadi, gereja ini pasti tidak sebagaimana dipresentasikan
oleh institusi gereja katolik Roma.
Gereja yang terdiri atas orang-orang pilihan itu menjadi terlihat lantaran
notae. Maksudnya: pewartaan kabar genbira ;pelaksanaan sakramen-sakramen
seturut penetapan Kristus. Ketaatan pada firman Allah, yakni tata tertib,
sesuatu yang khas dalam gereja Calvinis. Notae gereja itu terungkap melalui
para pelayan(diakon, pastor, doktor, penatua) terutama tiga terakhir. Ketiganya
tidak lebih daripada organon Allah. Artinya, lembaga ilahi, sarana tindakan
penyelamatan dari pihak Allah. Oleh karena
itu, mereka adalah pelayan manusia, terutama karena dilakukan oleh
manusia dan di antara manusia. Jadi, gereja adalah tempat, dimana Allah
bertindak secara berdaulat.
c. Zwingli
4. Reformasi
Gereja Anglikan
Anglikanisme
muncul di Inggris pada abad XVI melalui kebijakan politik keagamaan skismatik
raja Henry VII berikut konstitusi satu gereja nasional. Sejarawan Powicke dan
Haigh menegaskan, reformasi di Inggris merupakan tindakan kebijakan negara.
Satu hal pasti yang dapat dikatakan tentang reformasi di Inggris adalah
reformasi itu merupakan tindakan negara. Lagipula gerak Inggris yang menjauhi
Roma dipimpin oleh pemerintah demi alasan-alasan yang hanya sedikit berurusan agam atau iman.
Akan tetapi tidak sedikit orang yang membantah penegasan tersebut. Tentu
Anglikanisme berkembang seiring dengan alam protestanisme. Namun tidak sungguh-
sungguh sejalan dengan protestanisme. Dipandang dari matrahistoris,
Anglikanisme merupakan suatu fenomen yang kompeks. Oleh karena itu, ada
kesulitan untuk menarik garis lurus daripadanya. Kendati demikian, bukannya
tidak mungkin Anglikanismemelahirkan doktrin spiritualitas yang orisional,
yangberakar pada apa yang disebut pietas
anglicana.
1. historis
Anglikanisme
kebijakan
dan alasan Henry VIII(1491-1547) untuk memisahkan diri dari gereja Katolik Roma
bukanlah menyangkut soal teologis melainkan lebih-lebih bersifat personal dan
politis. Ada indikasi-indikasi jelas yang memperlihatkan bahwa Henry VIII
seorang atlit seksual. Selain mengawini Cathrine Aragon(yang melahirkan mary
katolik turdo ) juga Jane seymour(ibu kandung edward VI), Anne Cleves, Cathrine
Howord, Cathrine Parr.
Dari
perkawinan sejumlah perempuan ini lahirlah para pewaris tahkta kerajaan
Inggris: Edward VI, Mary Katolik Tudor dan Elizabeth.
Henry
VII yang berikhtiar membangun stabilitas Eropa Barat dan keunggulan wangsa
Tudor.
1.3
Ratu Maria “ katolik” Tudor
Edward
VI memimpin kerajaan Inggris dalam kurun waktu relatif singkat. Kematiannya
mengantar Maria “ katolik” Tudor(1553-1558, putri HenryVIII dan Cathrine
Aragon, ketakhta kerajaan. Marialah yang dengan gigih merestorasi gereja
katolik Roma di kerajaan Inggris. Upaya ini pada mulanya berhasil. Tetapi
keberhasilan itu mandek bersama kematian Ratu Maria. Konon, hal itu lantaran
kesalahan para politikus yang tidak tahu memanfaatkan rasa simpatik dari para
pendukung mereka.
Adapula
kemungkinan bahwa kegagalan restorasi Ratu Maria lantaran aliansi mndul dan
steril antara Inggris dengan Spanyol. Perkawinan dengan Philips II dan sikap
relatif keras terhadap segala bentuk oppsisi religius maupun politis. Selama
lima tahun berkuasa tidak kurang dari 300 orang di hukum mati atas alasan yang
berbau keagamaan. Ratu Maria dengan demikian mengembalikan Kekatolikan di Inggris
dengan tangan besi. Hukuman yang dijatuhkan pada lawan-lawan poltik
keagamaannya menerjang tanpa ampun sejumlah elita politik, seperti Hooper, Latimer,
Ridleydan Cranmer yang memperlihatkan gelagat dan terang-terangan mengusahakan
separasi Inggris dari gereja Katolik Roma(Elton II 1990:284-285).
Reaksi
atas politik tangan besi Ratu Maria demi memulihkan Kekatolikan dari kerajaan
Inggris terlihat dalam karya propagandis berjudul Acts and Monuments, 1563,
karya John Foxe. Buku ini sempat menyebarluaskan sikap dan stigma terhadap
agama Katolik Roma sebagai “ lemabag kekerasan dan haus darah”. Kehidupan
(orang-orang non-katolik) dibawah bayang-bayang kekuasaan penguasa beragama
Katolik Roma selalu berharga murah. Kehidupan dengan mudah dilenyapkan demi
hukum “ yng berlaku”. Akan tetapi, tidak kurang yang beranggapan bahwa
penganiayaan terhadap golongan anti Katolik Roma di Inggris merupakan sebuah
kesalahan politik yang paling serius. Dibalik kegigihan Ratu Maria tersebut
berdirilah “penasihat rohani, yakni Kardinal Polesebelum berakhir masa
kepemimpinan Ratu Maria, Pole diekskomunikasikan lantaran alasan-alasan politik
murni oleh paus sinting di Roma, sehingga Ratu
Maria tinggal dalam kesendirian.sebenarnya, di Inggris hanya
protestantisme yang menghadirkan semangat keagamaan.
Kekatolikan
pada masa Ratu Maria ditegakkan di Inggris dengan gaya fanatisme dan semangat
keduniaan. Padahal yang dibutuhkan
Inggris saat itu adalah penemuan kembali spirit kepemimpinan dan pemerintahan
yang bersih, disamping infusi yang sehat dari iman-kepercayaan. Pada 1550-an
agama Katolik Roma tidak dapat menawarkan tuntutan dan kebutuhan mendasar
tersebut. Dan mungkin “komunitas Geneva” ala Calvinisme memberikan insipirasi
bagi pemenuhan tuntutan dan kebutuhan tersebut.
Ratu
Maria dan Kardinal Pole wafat pada hari yang sama, November 1558. Mereka
menyaksikan kegagalan politik mereka. De facto, masa kepemimpinan Ratu Maria
telah menggagalkan(kesempatan) Roma untuk berpengaruh dalam Gereja Inggris.
Perang, jauhnya Calais, bangkitnya kekuasaan Spanyol, anti-klerikalisme dan
ketidaksukaan akan kepausan turut
mematangkan keberpihakan Inggris pada spirit protestantisme, sekaligus
ketidakpopuleran agama katolik Roma.
1.4
Ratu Elizabeth I
Ratu
Maria digantikan oleh Elizabeth, yang sepanjang pemerintahannya mengancam
pendukung Katolik Roma dan dominasi Spanyol. Ratu Elizabeth(1558-1603) adalah
putri buah perkawinan Henry VIII dan Anne Boleyn, yang pertama-tama menetapkan
secara defenitif skisma dalam Gereja Inggris. Dibawah pemerintahannya, inilah
45 tahun lve affair antara Ratu dan Inggris. Inggris menjadi “protestan” ,
menjadi pemimpin bangsa Eropa, mengalahkan dunia kekaisaran dan mengalami suatu
renaissans kultural. Elizabeth yang naik takhta pada usia 25 tahun, fasih
berbicara Prancis, Latin dan Italia. Dimata orang protestan Elizabeth adalah
ratu perawan yang heroik seperi judik: bagi orang katolik ia adalah jezebel
yang birahinya tidak pernah terpuaskan dan pengungsian bagi lelaki bejat.
Pada
1559, dipromulgasikan hukum yang mengakui ratu adalah pemimpin tertinggi gereja
Inggris dan menetapkan bahwa setiap fungionaris negara dan gereja wajib
melakukan sumpah setia pada yang berdaulat, yakni Ratu. Dalam ahun itu Mattias
Parker ditahbiskan menurut ritus terbaru primat Inggris. Tahbisan itu tidak sah
demi cacat esensial dalam materi dan forma. Sebab didalam ritus itu ditiadakan
setiap bentuk rumusan yang langsung atau tidak langsung mengungkit Ekaristi
sebagai kurban. Akibatnya, sejak saat itu tidak ada juga konsekrasi,
yangdikatakan merupakan asal-usul hierarki Anglikan yang baru, juga tidakada
tahbisan. Sebab gereja Anglikan telah memutuskan hubungan dengan pengganti para
rasul di Roma.
Paus
Leo XIII pada 1896 membuka kasus ini dengan bulla Apostoliscaecurae. Studi
akhir-akhir ini memperlihatkan bahwa para konsultan Roma tidak setuju tentang
nulitas(pembatlan) tabisan Anglikan, dan bahwa Kardinal Rampolla absen(dengan
disengaja) pada saat rapat penentuan dari komisi karsinal. Diskusi berlanjut
demikian hingga hari ini, seperti halnya sir G.Clark, mempertahankan keputusan
1896 demi alasan-alasan yang sudah ditunjukkan, dan Neill, menyatakan sah
tahbisan Anglikan, dengan menegaskan bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk
menyatakan tidak sah, dalam ritus yang dirayakan oleh Barlow. Jadi, mungkin
tesis Clark dapat dianggap lebih layak diluluskan.
Pada
1570, Paus Pius V mengekkomunikasi Ratu Elizabeth. Ekskomunikasi ini(di luar
perhitungan paus ) membahayakan posisi, bahkan kehidupan orang-orang Katolik di
Inggris dan di Irlandia. Mereka ini dianggap sebagai pengkhinat(politik )
negara. Beberapa tahun kemudian tersingkaplah rahasia mengenaskan ini: sri Paus
Gregorius XIII melalui sekretarisnya tidak menghalngi upaya menyingkirkan Ratu
Elizabeth. Upaya penyingkiran ini seandainya berhasil akan dinilai sah dan
sangat berati bagi Gereja Katolik Roma. Syukurlh, gagasan itu gagal dalam
pelaksanaannya.
II.
Pietas Anglicana
Berikut
ini akan dideskrepsikan sejumlah unsur dan aspek spirital yang biasa disebut
dengan istilah pietas anglicana.
2.1
Teologi alkitabiah
Berbeda
tetapi cukup dasariah berkenaan dengan hermeneutika. Maksudnya, teologi
alkitabiah Anglikan merangkul dua kecenderungan yang dominan dalam dua Gereja
Kristus , yakni katoik Roma dan protestan. Orang-orang Anglikan mengerti bahwa
tendensi hermeneutik Katolik mempengaruhi bidang katekese dan dalam kehidupan
spiritual tendensi itu mendorong orang-orang beriman untuk menerima dengan iman
kata-kata alkitabiah. Sementara itu mereka mengerti bahwa tendensi hermeneutik
protestan mempunyai orientasi pada penelitian ilmiah berkenaan dengan isi alkitab.
Jadi, teologi alkitabiah Anglikan tidak menerima begitu saja
kebenaran-kebenaran iman alkitabiah(dalam arti segera puas diri dengan
rumusan-rumusan iman), tetapihal yang sama juga harus memuaskan akal budi.
2.2
Teologi Patristik
Pietas
Anglicana banyk menimba ilham daripada patres Timur(para bapak Cappadokia,
boetius, Origenes ); dan oleh karena itu, kurang spekulatif(dibandingkan dengan
teologi barat);lebih cenderung pada alam mistik dalam artian Injil Yohanes,
yakni ada kerinduan kuat untuk melihat dan meraba misteri-misteri penyataan
diri Allah, tanpa memperlihatkan diri anti-intelektualistis.
2.4 Orientasi
Pietas
anglicana menggelar cakrawala pemahaman hingga pada pengangsuan kawruh pada
khazanah keilmuan Platonis, Neohegelian dan eksistensialisme filosofis.
Orientasi ini sedikita banyak menjadi dasar spritualitas sekolah abad XVIII dan
Oxford XIX(vilanova, 1994: 299-307).
Ketiga catatan utama teologis
tersebut dapat menjelaskan mengapa pietas anglicana kembali sampai dengan hari
ini pada dua sumber utama. Pertama, kitab suci Anglikan(The Holy Bible.
Authorized ersion, 1611). Kitab suci Anglikan merupakan terjemahan dari
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Penerjemahan itu dikerjakan oleh
sekelompok humanis yang diketuai oleh Lancelot Andrewes. Terjemahan ini
dipandang sebagai karya utama Bahasa Inggris pada abad XVI, dan selayaknya
mendampingi alkitab yang diterjemahkan oleh Marthin Luther. Kedua, Book of
Common Prayer, yang biasa disebut prayer Book, yang diedit pada 1549 oleh Uskup
Agung Thomas Cranmer(1489-1556). Buku ini dipandang sebagai buku liturgis
Gereja Anglikan dan dengan demikian sangat penting bagi kehidupan spiritualis Inggris. Terdiri
atas 14 bagian dan doa-doa, bacaan-bacaan dari kitab suci untuk pesta-pesta
sepanjang tahun liturgi dan untuk pelayanan sakramen-sakaramen. Da pagi dan
sore dimuat disana sebagai jam-jam kanonik. Doa tersebut terdiri atas dua bgian
yang disembahyangkan oleh pelayan umat dan umat beriman umumnya.
Prayer
Book bersama Kitab Suci memajukan sebuah model spiritualitas yang daam banyak
aspek bersinggungan dengan model spiritualitas reformasi Protestan. Pada
mulanya model spiritualitas itu mengandung
ungkapan yang sangat radikal seperti Calvinisme, tetapi hal itu hanya
menegaskan bahwa sebagian dari jiwa Anglikanisme berciri puritanisme. Kandungan
ini tidak berlangsung lama, sebab Anglikanisme segera mendekatkn diri pada
neokatolisisme Lutheran.
Istilah
“Anglikan” sesungguhnya merupakan produk insan abad XIX, ketika dirasakan
perlunya mendistingsikan secara lebih tegas antar gereja Inggris dengan
protestanisme Kontinental. Dengan istilah Anglikan juga mau dinyatakan pula
pietas anglicana, yang dihayati dalam High Church(tendensi katolik) dan dalam
Low Church(tendensi protestan) serta dalam Broad Church(tendensi yang diilhami
oleh humanisme- Kristen serta toleransi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar