Perkembangan
Pendidikan Pada Masa Presiden Soeharto ( orde baru)
1. Perhatian
pemerintah terhadap pendidikan
Orde baru
berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era
pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan
dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi
Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Pada pendidikan orde baru kesetaran dalam
pendidikan tidak dapat diciptakan karena unsur dominatif dan submisif masih
sangat kental dalam pola pendidikan orde baru. Pada masa ini, peserta didik
diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan berat tanpa memperhatikan
keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-faktor kurikulum yang lain untuk
menjadi peka terhadap lingkungan. pendidikan pada masa orde baru bukan untuk
meningkatkan taraf kehidupan rakyat, apalagi untuk meningkatkan sumber daya
manusia Indonesia, tetapi malah mengutamakan orientasi politik agar semua
rakyat itu selalu patuh pada setiap kebijakan pemerintah. Bahwa putusan
pemerintah adalah putusan yang adiluhung yang tidak boleh dilanggar. Itulah
doktrin orde baru pada sistem pendidikan kita. Indoktrinisasi pada masa
kekuasan Soeharto ditanamkan dari jenjang sekolah dasar sampai pada tingkat
pendidikan tinggi, pendidikan yang seharusnya mempunyai kebebasan dalam
pemikiran.
Pada masa
itu, pendidikan diarahkan pada pengembangan militerisme yang militan sesuai
dengan tuntutan kehidupan suasana perang dingin . Semua serba kaku dan berjalan
dalam sistem yang otoriter. Kebijakan pendidikan pada masa orde baru mengarah
pada penyeragaman. Baik cara berpakaian maupun dalam segi pemikiran. Hal ini
menyebabkan generasi bangsa kita adalah generasi yang mandul. Maksudnya, miskin
ide dan takut terkena sanksi dari pemerintah karena semua tindakan bisa-bisa
dianggap subversif[1].
2. Menteri
pendidikan pada masa itu beserta programnya
a. Prof. Dr. Ir. R. M. Soemantri Brodjonegoro pada
tahun 1967 hingga 1973 dan juga mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia pada tahun 1973
b.
Teuku
Mohammad Syarif Thayeb
c. Jabatan yang pernah diduduki adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia tahun 1974 hingga tahun 1978 pada Kabinet Pembangunan II
d. Daoed Joesoef (lahir
di Medan, Sumatera Utara, 8 Agustus 1926; umur 89 tahun) adalah Mentri
Pendidikan dan Kebudayaan Inonesia dari 1978 sampai 1983 dalam Kabinet
Pembangunan III meningkatkan jumlahsampai dengan sebanyak 98 ribu buh, 110 ribu
pada tahun 1981.
e. Dr. Nugroho
Notosusanto (lahir di Rembang, Jawa Tengah, 15 Juni 1930 – meninggal di Jakarta, 3 Juni1985 pada umur 54 tahun) adalah Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan IV (1983-1985). Ia mengadakan perubahan pada lampran keptusan no
-0174/0/1975 ini dilakukan untuk menetapkna jenis jenis jurusan pada falkutas
kesenian dan falkutas non gelar kesenian serta mengubah namanya dan menambah
jurusan fakultas kedokteran. Jumlah falkutas yang ditata pada universitas/
institut 40 buah jumlah jurusan yang ditata 235 buah.
f. Prof. Dr. Fuad Hassan (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 26 Juni 1929 – meninggal di Jakarta, 7 Desember 2007 pada umur 78 tahun) adalah tokoh pendidikan Indonesia. Jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia pernah dipegangnya pada masa pemerintahan Presiden Soeharto (1985 – 1993)
g.
Wardiman
Djojonegoro (lahir di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, 22 Juni 1934; umur 81 tahun) adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1993 hingga tahun 1998 di bawah pemerintahan
Presiden Soeharto dalam Kabinet Pembangunan VI.
h.
Prof.
Ir. Wiranto Arismunandar, MSME (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 19 November 1933; umur 82 tahun) adalah RektorInstitut Teknologi Bandung masa jabatan tahun 1988-1997 dan mantan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Indonesia VII.
Dalam kabinet pembangunan 1 dan 2 mentri
dan presiden mengambil kebijaksanaan mengutamakan generasi muda yaitu perluasan
dan pemertaan kesempatan belajar, peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan,
relevansi pendidikan, efektivitas dan efesiensi pendidikan dan kebudayaan,
kebudayaan nasional, pembinaan generas muda.
1.
Pembangunan sd inpres, 2 pembebasan spp
3. pemberian beasiswa 4 pendidikan guru, 5 proyek pembinaan pendidikan
dasar(p3d), pemerintah juga mengadakan
program Pemberantasan Buta Huruf pada tanggal 16 Agustus 1978, Program Wajib
Belajar pada tanggal 2 Mei 1984, dan Program Gerakan Orang Tua Asuh. Menanamkan
nasionalisme pada siswa telah dilakukan pada masa Orde Baru dengan memasukkan
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) dalam kurikulum sekolah. Hal ini
dilatarbelakangi hasrat Presiden Soeharto agar pelajaran sejarah tidak sekedar
mengajarkan pengetahuan sejarah belaka, melainkan juga menanamkan nilai-nilai
perjuangan bangsa dalam hati siswa. Keinginan itu muncul setelah dia mendapat
masukan dari Jenderal M Jusuf bahwa calon taruna Akabri memiliki pengetahuan
yang dangkal tentang sejarah perjuangan bangsa2. Dari kasus ini kelihatan bahwa
urusan internal ABRI ternyata dijadikan urusan nasional[2]. Pendekatan pembinaan pemuda di dekati dengan program-program yang lebih
terarah sesuai dengan GBHN. Melalui beberapa program yaitu:
a) Patriotisme dan idealisme
b) Kepribadian dan budi luhur
c) Kesegaran jasmani dan daya kreasi
d) Ketrampilan dan kepemimmpinan
e) menangkal kenakalan anak atau remaja.
f) sekolah menengah pertama (SMP) terbuka.
• Pendidikan Luar Biasa
PLB
bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau
mental, prilaku dan sosial agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan
ketrampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan
timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat
mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan.
Bentuk satuan pendidikan luar biasa yang diatur dalam UU No.2/1989 adalah :
Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB) dengan lama pendidikan satu sampai tiga
tahun, Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan
sekurang-kurangnya enam tahun, Sekolah Lanjutan Pertama Luar Biasa (SLPLB)
dengan lama pendidikan sekurang-kurangnya tiga tahun, dan Sekolah Menengah Luar
Biasa (SMLB) dengan lama pendidikan sekurang-kurangnya tiga tahun (1975):
a) Proyek perintis sekolah pembangunan (PPSP).
b) proyek pendidikan anak oleh masyarakat, orang tua,
dan guru (PAMONG).
c) pendidikan pramuka untuk trasmigrasi
d) pusat kegiatan belajar
e) kuliah kerja nyata(KKN)
f) badan usaha tenaga sukarela Indonesia (BUSTI)
g) proyek pengembangan sistem informasi pendidikan dan
kebudayaan
h) Sekolah staf pemimpin administrasi (SESPA)
i) proyek perintis perencanaan integral pendidikan
daerah (PROPIDA) di Sumatra dan Jawa Timur
j) Proyek percobaan radio pendidikan
k) program pembinaan bakat.
l) proyek STM pembangunan.
m) sistem kegiatan pembelajaran oleh masyarakat.
n) penggunaan sistem perencanaan dan program anggaran
(PPBS) di pendidikan tinggi.
o) sistem informasi pengelolaan di pendidikan tinggi
p) proyek pendidikan guru.
q) pengembangan sekolah luar biasa( untuk anak cacat).
r) pemerataan pendidikan teknologi
s) pengunan berbagai media untuk penataran guru
t) proyek pendidikan IPA untuk sekolah lanjutan umum
u) sekolah menengah pertama (SMP) terbuka.
v) proyek pengembangan pendidikan guru (P3G).
w) program akta mengajar V.
x) wajib belajar (Wajar)
y) universitas terbuka(UT).
2) Pendidikan masyarakat dan pendidikan luar sekolah
(PLS)
Pendidikan
masyarakat (punmas) adalah pendidikan yang diberikan di luar sekolah formal
yang ditujukan dengan memberikan bimbingan kepada masyarakat. Tujuannya adalah
mendidik masyarakat Indonesia untuk memiliki kemampuan mental, spiritual, dan
keterampilam guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila
dan pembukaan dan isi UUD 1945. Isi pendidikan masyarakat adalah pendidikan
agama dan budi pekerti, kecerdasan dan keterampilan, kewarganegaraan,
berorganisasi, dan hidup mandiri. Usaha-usaaha pendidikan masyarakat dilakukan
dengan Kursus-kursus, latihan-latihan, diskusi kelompok, penyuluhan, latihan
berorganisasi, perpustakan masyarakat, kegiatan social edukatif. kursus atau latihan
ialah dilakukan dalam jangka waktu pendek,praktis,untuk segera dapat menerapkan
hasil pendidikan hasil pendidikan. Pendidikan luar sekolah (PLS) yang siswanya
berusia tua dibandingkan dengan usia pendidikan formal yaitu umur 10-24 tahun .
materi yang diajarkan pengetahuan bercocok tanam, pemberantasan buta aksara
dsb. Metode pngajaran dengan kursus, bahan bacaan, radio, Tv,penyuluhan dan
media lainnya. Pelaksanaannya dilakukan oleh departemen P dan K, departemen
dalam negeri, departemen tenaga kerja, departemen transmigrasi, departemen,
pertaniaan, koperasi, departemen kesehatan, social, penerangan, agama dan
lembaga-lembaga non pemerintah[3].
3. Kelemahan
pelaksaaan program
Kurangnya
tenaga pendidik. Tetapi sayang sekali INPRES Pendidikan Dasar belum
ditindaklanjuti dengan peningkatan kualitas tetapi baru kuantitas.Selain itu
sistem ujian negara (EBTANAS) telah berubah menjadi bumerang yaitu penentuan
kelulusan siswa menurut rumus-rumus tertentu.Akhirnya di tiap-tiap lembaga
pendidikan sekolah berusaha untuk meluluskan siswanya 100%. Hal ini berakibat
pada suatu pembohongan publik dan dirinya sendiri dalam masyarakat.Oleh sebab
itu era Orde Baru pendidikan telah dijadikan sebagai indikator palsu mengenai
keberhasilan pemerintah dalam pembangunan. Biaya pendidikan, meski biaya
sekolah gratis tetapi orang tua juga harus memikul beban sekolahaitu biya
pendidikan anak mereka misalnya dalam membeli buku-buku sekolah, seragam dan
juga SPP.
4.
Kurikulum Masa Orde Baru
Kurikulum
1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan
Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajaran
bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.
Pada masa ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya
menghapal teori-teori yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut.
Aspek afektif dan psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis,
kurikulum ini hanya menekankan pembentukkan peserta didik hanya dari segi
intelektualnya saja.
Kurikulum 1975
Kurikulum
1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien berdasar
MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci
dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI),
yang dikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana
pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi :
tujuan instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Pada
kurikulum ini peran guru menjadi lebih penting, karena setiap guru wajib untuk
membuat rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses belajar-mengajar
berlangsung. Tiap guru harus detail dalam perencanaan pelaksanaan program
belajar mengajar. Setiap tatap muka telah di atur dan dijadwalkan sedari awal.
Dengan kurikulum ini semua proses belajar mengajar menjadi sistematis dan
bertahap.
Kurikulum
1984 mengusung “process skill approach”. Proses menjadi lebih penting dalam
pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati
sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA
memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak
lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pada kurikulum ini siswa diposisikan
sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Siswa juga diperankan dalam
pembentukkan suatu pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapat, bertanya, dan mendiskusikan sesuatu.
Kurikulum
1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya,
terutama kurikulum 1975 dan 1984. Pada kurikulum ini bentuk opresi kepada siswa
mulai terjadi dengan beratnya beban belajar siswa, dari muatan nasional sampai
muatan lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah
masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan
lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar
isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma
menjadi kurikulum super padat. Siswa dihadapkan dengan banyaknya beban belajar
yang harus mereka tuntaskan, dan mereka tidak memiliki pilihan untuk menerima
atau tidak terhadap banyaknya beban belajar yang harus mereka hadapi.
5. Hal-hal
yang perlu ditingkatkan untuk masa sekarang
Menurut
kelompok yang perlu ditingkatkan untuk masa sekarang dari program pendidikan pada masa orde baru ialah
program gerakan orangtua asuh, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan pemuda
dan mata pelajaran yang menanamkan nilai-nilai nasioanlisme. Hal ini supaya
pemuda Indonesia menjadi generasi yang memiliki
semangat cinta tanah air atau patriotisme. Khususnya dalam pembinaan
pemuda harus menjadi perhatian pertama pemerintah agar pemuda Indonesia
tidak menyalahgunakan perkembangan
IPTEK. Meningktakan mutu pendidikan
sangatlah penting sehingga pelajar yang berkompeten tidak perlu belajar ke luar
negeri, tetapi tetap belajar dan mengabdi di Indonesia.
KESIMPULAN
Pada
pendidikan orde baru kesetaran dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena
unsur dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan orde
baru, pendidikan pada masa orde baru bukan untuk meningkatkan taraf
kehidupan rakyat, apalagi untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia,
tetapi malah mengutamakan orientasi politik agar semua rakyat itu selalu patuh
pada setiap kebijakan pemerintah, Kebijakan pendidikan pada masa orde baru
mengarah pada penyeragaman. Baik cara berpakaian maupun dalam segi pemikiran.
Terdapat beberapa kurikulum pendidikan pada masa orde baru, yaitu Kurikulum
1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurilukum 1994.
Sistem
pendidikan Indonesia pada masa orde baru terdiri dari pendidikan umum,
pendidikan kejuruan, pendidikan kemasyarakatan, mobilitas antar jenis
pendidikan, alternatif penjejangan. Kebijakan pemerintah tentang pendidikan
pada masa orde baru Berdasarkan ketetapan MPRS dan MPR banyak dikeluarkan
kebijakan berwujud undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan, edaran ,
proyek peningkatan dan pengembangan pendidikan dalam sarana dan prasarana ,
kurikulum, metode. Salah satu kebijakan pemerintah ialah pemberantasan buta
huruf, Pendidikan masyarakat dan pendidikan luar sekolah (PLS), kegiatan
inovasi pendidikan, pembinaan generasi muda, menangkal kenakalan anak atau
remaja, mengupas tuntas masalah ganja dan narkotika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar